Google Search

Monday, August 31, 2009

Dilema Negara Serumpun

Di tengah-tengah memanasnya hubungan Malaysia dengan negara kita tercinta, saya mendapatkan diri terlibat secara emosional dengan rasa patriotisme yang membara dan berkobar dalam diri. Sedikit kesal (sebagian besar sisanya marah), bercampur dengan sedikit rasa kasihan. Sebagai warga negara yang terlahir di Indonesia dan memegang KTP negara ini, saya merasa memiliki kebanggaan dan rasa hormat terhadap apapun yang dimiliki bangsa kita. Meski saya mengakui saya juga sering dibuat jenuh, muak dan marah pada semua koruptor, sebuah wajah jelek dari bangsa kita. Juga pada aparat pemerintahan (tidak semuanya) yang memiliki sifat preman (tukang palak dan gebuk). Saya merasa mereka semua bukan orang Indonesia, karena mereka dengan enaknya merusak bangsa sendiri.

Dalam beberapa minggu ini media berita sangat rajin menggali dan memoles berita yang mereka tayangkan, terutama kasus pengambilan kebudayaan kita yang deingan tegas diakui oleh mereka yang menyebut dirinya sebagai saudara serumpun kita. Sakit juga mendengar bahwa ada lebih dari belasan kebudayaan kita yang diakui oleh mereka. Seperti ditusuk dengan belati beracun dari belakang oleh orang yang kita sebut sebagai keluarga. Dengan entengnya pula. Saya sampai bertanya-tanya, apa artinya kata persaudaraan serumpun di sini? Seharusnya kita saling membangun, namun adanya hubungan yang terjadi adalah parasitisme.

MENGAKUI MILIK BANGSA LAIN SEBAGAI HASIL DARI KEBUDAYAAN LELUHUR SENDIRI MERUPAKAN TINDAKAN YANG MERUGIKAN! SANGAT MERUGIKAN!!

Jika Malaysia mengakui milik bangsa Indonesia sebagai milik leluhurnya, maka secara logika kita dapat menyebut mereka sebagai bagian bangsa kita sendiri, Indonesia. Bukan sebagi sebuah negara yang disebut-sebut sebagai Malaysia. Pernyataan mereka yang menganggap milik bangsa kita sebagai milik leluhurnya ini adalah seakan-akan pernyataan mereka mengakui kedaulatan kita dan patuh taat sebagai bagian dari kita, dalam artian penggabungan bangsa dengan MENGHILANGKAN KEDAULATAN SENDIRI. Meskipun mereka mengakui hal ini adalah sah-sah saja, toh ada bangsa Indonesia yang telah berpindah menjadi bangsa Malaysia, sehingga apapun yang mereka miliki adalah milik kerajaan pula. Ini adalah sebuah kerugian untuk mereka.

Kerugian lainnya adalah rusaknya hubungan diplomatik dua negara. Pengakuan Malaysia yang menyebut asal kebudayaan yang mereka caplok hanya dengan nama wilayah tanpa embel-embel Indonesia dapat dianggap penghinaan pada kedaulatan bangsa Indonesia. Berarti mereka tidak mengakui kedaulatan bangsa Indonesia, negara kita dan orang-orangnya. Maka dari itulah mungkin mereka seringkali melihat bangsa kita dengan cara rendah, seperti yang mereka lakukan pada TKI di sana.

Sedih juga, mengingat sebuah bangsa seharusnya memiliki sebuah kebudayaannya sendiri, yang lahir dari hasil interaksi komunitas-komunitasnya dengan alam di sekitarnya. Bukan hanya mencuri 100 % dari bangsa lain. Terinspirasi boleh, mencuri tidak!

Dengar-dengar katanya mereka bahkan menyebut kita perampok, entah apa alasannya saya tidak tahu pasti. Aneh.

Semoga tidak terjadi perang antarbangsa, karena hal itu adalah hal yang paling buruk dari penyelesaian suatu masalah.

Semoga patriotisme kita terus menggelora dan selalu dikawal dengan logika yang benar dan niat yang baik. Sekian.

Monday, August 3, 2009

Setelah hiatus

Sudah lama juga saya melakukan hiatus terhadap blog ini. Maklum, saya terlalu sibuk dengan blog lainnya. Sempat berpikir untuk melakukan posting untuk blog ini beberapa bulan lalu, tapi selalu saja batal. Kalau mau diposting semua yang sudah terpendam kayaknya semua sudah basi. Tapi tidak berarti sekarang saya kekurangan opini untuk dipostingkan ke dalam blog ini.

Kali ini saya ingin sekali mempostingkan ini. Sudah beberapa hari ini di lingungan saya minyak tanah menghilang dari pasaran. Katanya ini bagian dari program pemerintah untuk mengkonversi minyak tanah menjadi gas. Mungkin wilayah lain di Indonesia sudah mengalami hal ini, tetapi di Makassar hal ini masih terhitung baru. Ya, program konversi ini telah memasuki kota Makassar. Memang pembagian gas gratis sudah dilakukan juga, tapi keluarga saya masih kuatir dalam menggunakannya. Kondisi kompor yang ikut dibagikan tidak sebagus kompor gas yang ideal, hal ini berarti bila ingin menggunakan kompor ini dengan aman harus membeli kompor yang layak. Lalu badan tabung gas yang agak penyok, meskipun sedikit kecil. Belum lagi dari pihak pemerintah yang melakukan penyuluhan ke rumah saya yang memberitahukan bila kompor gas yang dibagikan tidak bisa dipaka memasak lebih dari 15 menit, karena selang gasnya tidak kuat (terbuat dari karet yang jelek). Karena hal ini kami terpaksa memasak dengan memakai kayu bakar.

Program konversi ini menimbulkan efek terhadap lingkungan (sepertinya tidak usah lagi disebutkan tentang efek rumah meledak dan harga gorengan yang ikut naik). Karena tidak semua orang bisa menggunakan gas, dan ditunjang dengan hilangnya minyak tanah di pasaran, maka pohon dikorbankan untuk menjadi bahan bakar. Jumlahnya akan terus merosot apabila keadaan seperti ini berlanjut. Hal yang cukup mengkuatirkan, mengingat katanya kita akan menghadapi el nino (lagi). Sudah dapat dipastikan kita akan mengalami kekeringan parah.

Menurut saya, sebenarnya kita punya solusi yang lebih baik dan cerdas terhadap bahan bakar ini. Bukankah pernah dicetuskan minyak dari biji jarak? Program yang katanya diurus pemerintah ini akhirnya seperti tidak pernah ada gaungnya saat ini, diganti dengan gembar-gembor keuntungan memakai gas yang lebih baik (katanya). Cadangan SDA kita seperti minyak tanah dan gas alam tidak tahu seberapa lama lagi akan ada. Mungkin saja akan habis dalam hitungan belasan tahun. Jika memakai minyak dari jarak yang praktis dan dapat diperoleh terus terusan, hal ini bukan masalah kecil. Seandainya semua pihak memikirkan ini.

Semoga ilmuwan kita bisa membantu memecahkan masalah ini. Terlebih penting lagi, semoga mereka DIDENGARKAN oleh penguasa, demi kebaikan semua rakyat.

May GOD Always Bless US!