Google Search

Friday, August 20, 2010

Elegi Negeri Serumpun: Api Dalam Sekam

Minggu ini dibuka dengan kasus baru dari negeri tetangga yang mengakunya serumpun dengan kita. Kali ini masalah di perbatasan laut lepas pantai Kalimantan. Kejadian yang dimulai dari penahanan kapal patroli laut Indonesia yang menangkap pencuri ikan di perairan tersebut kini terus bergulir menjadi masalah serius. Ditinjau dari sudut pandang kedaulatan, hal ini nyata-nyata salah. Terlepas terdapat bukti akan hal itu atau tidak. Kapal yang mencuri ikan di perairan Indonesia entah atas alasan apa diambil kembali oleh pihak Malaysia. Berikutnya kapal patroli yang menangkap ABK kapal tersebut diangkut paksa ke Malaysia. Alasannya? Tidak pasti. ABK kapal yang mencuri ikan di perairan Indonesia mengaku bahwa mereka terseret arus. Jika demikian, mengapa dengan segera muncul dua kapal dari Malaysia yang membebaskan mereka? Ditambah lagi menyerang kapal patroli Indonesia dan nyata-nyata menculik anggota patroli di kapal tersebut.

Jika diumpamakan, kejadian ini sama seperti pencuri mangga yang menangkap anak tuan rumah yang mempunyai mangga tersebut. Pencuri yang menangkap pemilik rumah. Pelanggaran batas wilayah adal;ah hal yang serius. Sedangkan di masyarakat sendiri, jika patok tanah dipindahkan seinchi saja bisa terjadi pertumpahan darah. Apalagi kalau batas negara? Jika alasannya adalah terbawa arus, toh setelah ditanyai sebentar akan dilepaskan. Kecuali bila di dalam kapal terdapat ikan dalam jumlah besar dan tidak dapat menunjukkan surat-surat yang jelas. Itu beda cerita. Jadi apakah Malaysia melindungi warganya yang mencuri ikan di Indonesia? Itu sebuah pertanyaan yang sepertinya hanya bisa dijawab oleh pemerintahan mereka. 

Saya membayangkan apa jadinya bila rasa nasionalisme rakyat Indonesia di bulan Agustus ini tiba-tiba terlalu membara. Jika segenap rakyat Indonesia menjadi tidak sabar melihat kejadian ini, ditambah lemahnya diplomasi yang dirasakan oleh masyarakat, bisa jadi keberadaan bangsa Malaysia yang berada di Indonesia dengan tujuan apapun menjadi terancam. Bisa jadi semua orang Indonesia di Malaysia juga dipulangkan. Meski saya agak sangsi akan hal ini, mengingat yang memutar perekonomian di sana sebagian besar tenaga kerja kita juga (yang ironisnya sebagian besar ilegal).

Pemerintah memang telah melakukan diplomasi, dan sebagai hasilnya petugas yang ditangkap telah dipulangkan. Tetapi ini disertai dengan pertukaran 7 orang ABK yang ditahan dari kapal Malaysia. Bagi sebagian orang Indonesia, ini tidak memenuhi rasa keadilan mereka. Status 7 ABK tersebut adalah tersangka pencurian ikan. Selain itu, sebenarnya tidak ada alasan Malaysia menangkap petugas patroli Indonesia di wilayah yuridiksinya. Jadi sebenarnya tidak ada pertukaran. Seharusnya Malaysia membebaskan mereka dengan sukarela. Namun nampaknya pemerintah memikirkan juga nasib warga Indonesia di sana dan warga Malaysia di sini. Jika terjadi peperangan, akan ada pihak yang dirugikan. Meski warga Indonesia sebagian besar tidak akan peduli akan hal ini.

Kejadian ini terjadi beberapa hari sebelum peringatan Proklamasi? Kalau mau mengembangkan teori konspirasi, maka bisa saja ini dianggap sebagai provokasi. Dan karena kejadian ini terjadi menjelang bulan Ramadhan, mungkin mereka menjadi berani dengan anggapan rakyat Indonesia tidak akan terlalu tersulut emosinya karena hal ini. juka demikian, maka kita sukses dihina oleh mereka! tapi toh ini cuma teori konspirasi yang sebenarnya tidak bisa dipengang karena buktinya tidak kuat. Cuma perandaian.

Saya memikirkan apa yuang terjadi pada dubes Malaysia di Indonesia bila beliau tidak 'mengungsikan diri' saat kasus ini muncul. Mungkin akan terjadi kasus 'penyanderaan' seperti dahulu saat kita bermasalah dengan Malaysia berkaitan dengan reog. Tapi mungkin lebih parah. Untung beliau berhasil menyelamatkan diri, kalau tidak yaaaaa gitu deh. Hehehehehehehe....

Lalu sebagai warga Indonesia, apa yang harus kita lakukan? Kalau saya, saya akan bersuara seperti ini. Berharap ada yang membaca suara ini. Selebihnya kita hanya bisa berdoa. Apabila memang mereka yang mencari masalah, maka mereka yang akan menanggung kesalahan mereka sendiri. Toh TUHAN masih ada di atas sana. 

Tapi kasihan juga kalau dipikir. Bangsa 'serumpun' seperti Malaysia ternyata mencuri ikan juga. Begitu inginnya makan ikan sampai harus mencuri. Berarti mereka miskin mungkin, ya? Lalu apa mereka tidak merasa melanggar hukum agama, ya? Yah, kita tunggu saja nanti. Orang jahat pasti kalah. Kalau bukan manusia yang kalahkan, TUHAN sendiri yang akan kalahkan.

Friday, August 13, 2010

Sensor Situs di Indonesia Masih Lemah (?)

Minggu ini Publik dihebohkan dengan rencana pemerintah untuk menyensor 4 jutaan situs internet yang tidak sesuai dengan kaidah agama, kesusilaan, dan membahayakan keamanan pengguna jasa layanan internet. Dan kali ini saya akui pemerintah bergerak cukup cepat. dengan mengerahkan sejumalah ahli jaringan, dan didukung oleh kerja sama dengan penyedia ISP, beberapa situs 'gelap' yang cukup terkenal telah terbukti tersensor. Dengan demikian, selama masih di Indonesia, seseorang tidak akan dapat mengakses situs-situs tersebut. Namun apakah sensor situs ini telah berjalan sempurna?

Sejak awal mendengar rencana ini, saya merasa ada sedikit kelemahan dalam sistem sensor situs di Indonesia. Pengguna hanya tidak dapat mengakses situs yang telah tersensor apabila ISP lokal mengkategorikannya sebagai situs terlarang. Setengah mati sampai jungkir balik juga tidak akan bisa masuk-masuk. Pengkategorian ini sangat bergantung pada peran serta masyarakat. Beragam istilah 'terlarang' dari beragam bahasa dan dialek harus dikumpulkan, selain alamat situsnya secara langsung. Jadi kesuksesan dari rencana ini sebagian besar di tangan pengguna juga. Jika penggunanya sudah tobat, sih, mudah-mudah saja untuk menjalankan rencana ini. Tapi kadang ada saja orang yang suka hal yang 'terlarang', maka mereka mungkin akan sengaja tidak memberi masukan. Meski ini juga tidak menggambarkan karakter pengguna internet Indonesia secara umum. Toh masih ada juga orang yang turut membantu.

Masalah kedua yang dapat saja terjadi adalah penyebaran data atau file bermuatan 'terlarang' tidak melalui situs biasa. Penyebaran ini dapat saja terjadi melalui pengiriman langsung ke e-mail baik berupa file  maupun link menuju situs tertentu yang belum masuk dalam daftar blacklist. Selain itu, mungkin juga penyebaran barang-barang tersebut menggunakan kata kunci baru yang hanya diketahui oleh komunitas tertentu, sehingga tidak masuk dalam database situs yang disensor. Mungkin juga penyebarannya melalui forum-forum di internet. Menurut saya, karena sifatnya agak luas dan bebas, forum agak susah diblok. Bisa saja forumnya merupakan forum yang memegang teguh prinsip kebebasan. Penggunanya menggunakan kata-kata bertema 'terlarang', namun disensor beberapa hurufnya. Manusia masih bisa mengerti, namun browser tidak akan menggolongkannya sebagai sesuatu yang harus disensor. Untuk mengatasi ini sepertinya pemerintah harus membuat kesepakatan dengan pembuat forumnya agar melakukan ban pada topik 'terlarang'. Namun dengan mengingat kegemaran orang Indonesia untuk berbicara di forum-forum dan ditambah dengan banyaknya jumlah forum lokal Indonesia di internet, hal ini nampaknya agak menyulitkan juga.

Masalah ketiga adalah penggunaan proxy site. Ya, proxy, seperti yang disebut dalam lagunya Saykoji. Orang Indonesia yang cukup sadar internet pasti tahu kata ini. Proxy site bisa dikatakan sebagai jasa peminjaman gerbang untuk menembus batas yang tidak dapat ditembus. Dengan memakai gerbang ini, batasan negara ataupun legalitas tidak ada lagi. Apalagi beberapa proxy site juga menawarkan alamat ISP luar negeri. Karena sensor situs hanya memakai dasar alamat ISP lokal, maka otomatis sensor ini menjadi tidak berguna bila penggunanya menggunakan proxy site + alamat ISP asing.  Kelemahan situs-situs proxy yang sangat berlimpah di internet adalah keamanannya yang lebih tidak stabil dibandingkan mengakses langsung. Sangat rawan terjadi intervensi dari hacker sementara memasukkan atau mengambil data dan informasi. Juga ditambah kemungkinan masuknya tamu tak diundang ke dalam komputer penggunanya. Apakah pemerintah juga harus melakukan sensor terhadap situs-situs proxy? Nampaknya ini agak sulit, karena situs-situs proxy sebenarnya merupakan situs netral. Apakah akan menjadi negatif atau positif itu tergantung penggunanya.

Usaha yang dilakukan oleh pemerintah telah baik. Namun keberhasilannya sendiri sebenarnya kembali pada keinginan dari pengguna internet sendiri. Internet merupakan sumber daya yang sangat besar dan bersifat sosial. Nyaris sulit mengatur segala sesuatunya di dalam internet, apalagi dengan hukum legal seperti yang direncanakan oleh pemerintah. Jika tertutup satu jalan, para pengguna internet pasti dapat menemukan jalan lain. Maka dari itu, kesadaran sendirilah yang menjadi senjata terampuh dalam menyukseskan sensor situs ini. Selamat ber-surfing ria hari ini! Ingat, jaga keselamatan Anda :P

Friday, August 6, 2010

Redenominasi: Solusi atau Masalah?

Sudah dengar rencana BI untuk melakukan redenominasi? Meski katanya baru akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan, tetapi isu ini telah membuat "kehebohan" tersendiri di pemberitaan di negara kita. Setidaknya itu yang saya lihat. lalu apa sebenarnya redenominasi ini?

Redenominasi dapat dianggap sebagai pengurangan digit pada mata uang dan harga barang di Indonesia. Setidaknya demikianlah yang saya tangkap dari pernyataan alhi dan juga pemberitaan selama ini. Hal ini berbeda dengan sanering, di mana nilai uang dipangkas namun nilai barang tidak ikut dipangkas. Dari yang saya tangkap dari pemberitaan selama ini, redenominasi ini bertujuan untuk memperkecil digit atau angka nilai tukar rupiah terhadap dolar. Tapi hanya angka saja, lho. Yang lainnya tetap sama. Katanya juga redenominasi ini bisa membantu sistem akuntansi kita dengan merampingkan dan menyederhanakan angka-angka yang harus dihitung. Tetapi apakah di balik klaim 'menguntungkan' ini tidak ada masalah baru yang akan terjadi?

Setidaknya ada beberapa masalah di masa depan yang dapat saja terjadi bila redenominasi ini "kebablasan":
  • RUSH. Ini kata yang sepertinya jadi tabu untuk para pelaku ekonomi, terutama perbankan. Demi menghindari kata ini pulalah terjadi kasus Century yang menurut pemberitaan sudah mulai kabur penyelesaiannya. Dengan redenominasi, masyarakat akan terpicu untuk menarik uang sebanyak-banyaknya dan berusaha membeli emas atau barang yang dapat dipakai. Alasannya jelas: Panik! Masyarakat Indonesia memiliki kebaisaan panik, karena kehidupannya selalu berubah-ubah dan kadang serba tidak pasti (hehehehehehehe, meski tidak semuanya juga). Masyarakat Indonesia tipe ini akan memborong barang dan investasi jangka panjang untuk mengamankan hidupnya dan nilai kekayaannya (dalam hal ini uang). Ini dapat terjadi bila masyarakat menganggap sanering dan redenominasi adalah 'makhluk' yang sama persis. Tapi dengan sosialisasi yang baik hal ini dapat saja dihindari.
  • KELANGKAAN. Segalanya bakal langka, apapun yang bisa jadi langka akan menjadi langka. Ini efek lanjutan dari rush di atas. Semua orang akan membeli dan menumpuk barang, sehingga barang hilang dari pasaran. Ini juga memungkinkan adanya penimbunan barang temporer oleh penjual untuk menaikkan harga. Lagi-lagi, hal ini bisa dihindari dengan sosialisasi.
  • NILAI TUKAR RUPIAH MELEMAH. Ini juga efek yang jelas menyusul bila redenominasi terjadi. Masyarakat akan memborong mata uang asing untuk investasi, sehingga nilai rupiah jatuh. Bila ada pengusaha yang melakukan impor dari luar negeri dan waktu jatuh tempo utangnya bertepatan dengan keadaan ini, bisa jadi akan terjadi kebangkrutan. Ini efek yang menurut saya agak susah dicegah. Apa boleh buat, orang memang seringnya mencari untung meski kecil, kan?
  • PASAR MODAL GOYAH . Ini efek tambahan dari redenominasi, di mana orang akan lebih memilih menjual saham lebih dulu dan menunggu kestabilan pasar kembali. Jika kondisinya tidak lama dan tidak ekstrim sebenarnya tidak terlalu masalah. Tetapi kalau sebaliknya, maka usaha-usaha besar bisa ikut goyah juga.
  • KEKACAUAN SISTEM AKUNTANSI. Yah, ini lebih menurut pandangan saya. Sistem akuntansi jelas berubah mengikuti redenominasi. Bagi para akuntan, hal ini bisa saja menjadi sesuatu yang njelimet mengingat mereka telah terbiasa dengan sistem lama. Tetapi dengan sedikit penyesuaian, hal ini dapat diatasi.
 Selain hal-hal yang saya kemukakan di atas, masih ada hal-hal lain yang dapat menyusul redenominasi ini meski skalanya tidak terlalu besar. Contohnya harga yang naik mengikuti asas pembulatan ke atas. Menurut ahli yang pernah saya dengar, semisal ada barang yang dulunya 5.590 rupiah (entah mengapa terkadang ada harga seperti ini), maka dengan redenominasi bisa jadi 5,6 rupiah atau bahkan 6 rupiah.

Terlepas dari semua opini di atas, redenominasi memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri. Bagaimana menyikapinya? Sesuaikan saja dengan keuangan kita. Kalau inflasi stabil dan  masyarakat menerima dengan baik maka ini tidak jadi masalah. Tetapi kalau sebaliknya, sebaiknya ditunda dulu untuk waktu yang tidak diketahui. Hehehehehe.......